Home / Opini / Potret Kemiskinan di Kaimana

Potret Kemiskinan di Kaimana

Bagikan Artikel ini:

Oleh : Candra Arif Bomantara, S.Tr.Stat

Kemiskinan merupakan momok yang masih menghantui perkembangan ekonomi dan sosial suatu wilayah. Menurut Bank Dunia kemiskinan adalah kehilangan kesejahteraan (deprivation of well being).

Lebih lanjut, Bank Dunia menggunakan ketidakcukupan sandang, pangan dan papan; ketidakmampuan untuk mengakses perawatan kesehatan dan rendahnya akses terhadap pendidikan, sebagai indikator untuk menandai seseorang dikategorikan miskin atau tidak.

Kemiskinan dapat dilihat dalam beberapa bentuk, misalnya penghasilan yang rendah, ketidakmampuan untuk memperluas pilihan-pilihan hidup, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar, ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan dan pendidikan), ketidakmampuan dan ketidak beruntungan sosial (anak terlantar, wanita korban kekerasan, janda miskin, kelompok minoritas dan terpencil).

Artikel ini akan meneliti sifat dan tingkat kemiskinan, penyebab dan konsekuensi, serta memberikan solusi potensial di Kaimana. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin di Kaimana turun dari tahun 2021-2022 yaitu 16,04 persen menjadi 15,29 persen.

Angka kemiskinan ini didapatkan dari perhitungan penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Menurut BPS, garis kemiskinan mencerminkan nilai rupiah pengeluaran minimum yang diperlukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya selama sebulan, baik kebutuhan makanan maupun non makanan. Garis kemiskinan kaimana pada tahun 2022 ditetapkan sebesar Rp. 511.011 per bulan per kapita.

Contoh penerapan garis kemiskinan, misalkan seorang pria yang belum menikah dan hidup sendiri serta tidak menanggung kehidupan orang lain memiliki pengeluaran rata-rata Rp. 515.000 per bulan maka orang tersebut di tahun 2022 tidak termasuk kategori penduduk miskin karena pengeluarannya berada di atas garis kemiskinan.

Berbeda halnya dengan seorang kepala keluarga yang menanggung seorang istri dan seorang anak dengan pengeluaran rata-rata Rp.1.500.000 per bulan dikategorikan miskin karena setiap orang di rumah ini diperkirakan secara kasar memiliki pengeluaran sebesar Rp 500.000 per bulan yang berarti bahwa nilai tersebut di bawah garis kemiskinan.

Persentase penduduk miskin di Kaimana lebih rendah daripada Provinsi Papua Barat namun masih lebih tinggi daripada rata-rata Nasional, masing-masing bernilai 21,33 dan 9,54 persen pada tahun 2022.

Baca Juga:  PEMUDA dan TANTANGAN MASA DEPAN

Hal ini menandakan bahwa terdapat kemajuan yang dicapai dalam mengurangi kemiskinan di Kabupaten Kaimana secara periode waktu maupun perbandingan dengan wilayah Provinsi. Namun, kemajuan ini bukanlah akhir karena persentase penduduk miskin di Kabupaten Kaimana masih lebih tinggi daripada rata-rata Nasional.

Selanjutnya, penyebab kemiskinan di Kaimana secara deskriptif disebabkan oleh 2 faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang menyebabkan terjadinya kemiskinan antara lain kondisi fisik dan kesehatan, intelektual, mental emosional, sosial psikologis, keterampilan, dan aset.

Kondisi fisik dan kesehatan di sini mengambil peran yang sangat penting karena jika kondisi fisik kurang sempurna dan kesehatan kurang baik akan menyebabkan produktivitas akan berkurang.

Selain itu, dari segi intelektual masyarakat di daerah sulit memiliki tingkat pendidikan yang rendah dikarenakan beberapa faktor yaitu, ketidak adaan guru maupun masyarakat yang mengajak anaknya untuk tinggal di kebun/dusun dengan waktu yang tidak sebentar.

Kurangnya sosialisasi dan masih sulitnya akses menjual hasil pertanian menyebabkan masyarakat kurang memiliki gairah untuk memanfaatkan sumber daya alamnya. Terakhir namun cukup penting yaitu kepemilikan aset.

Aset di sini lebih ditekankan penggunaannya untuk meningkatkan ekonomi masyarakat, misalnya membawa hasil pertanian ke tempat-tempat pembeli berada.

Faktor eksternal mencakup terbatasnya pelayanan sosial dasar, terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurang terlindungnya usaha-usaha sector informal, belum terciptanya system ekonomi kerakyatan dengan prioritas sector riil masyarakat banyak, kondisi geografis yang sulit dan terpencil, pembangunan ekonomi daerah yang belum merata serta kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin.

Sebagai contoh, Kaimana hanya memiliki rumah sakit di Distrik Kaimana Sehingga ketika masyarakat yang bertempat tinggal di pesisir dan pelosok ingin berobat akan memerlukan biaya yang besar dan waktu yang cukup lama, walaupun telah menggunakan BPJS PBI.

Selain akses menuju rumah sakit, dari sisi pendidikan tersedia 94 Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI), 19 Sekolah Menenngah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs), 7 Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Baca Juga:  Program Kerja KKN-PPM UGM di Kaimana Tahun 2020

Akses menuju sekolah dasar (SD) hampir dirasakan oleh seluruh masyarakat, namun masih terdapat PR buat Pemerintah Daerah yaitu bagaimana memfasilitasi anak-anak yang tinggal di daerah-daerah yang ditempuh dengan berjalan kaki hingga berpuluh kilometer untuk mengakses pendidikan.

Selain itu, untuk jenjang SMP sederajat sebagian besar hanya terdapat di Ibukota Distrik dan jenjang SMA sederajat hanya terdapat di Ibukota Kabupaten. Hal ini memiliki dampak yaitu meningkatnya anak putus sekolah yang berdampak pada rendahnya literasi dan keterampilan berhitung.

Kemiskinan memiliki pola seperti lingkaran yaitu tidak memiliki ujung dan pangkal yang membuat semua unsur yang menyebabkan kemiskinan akan saling berhubungan. Hal ini mengaitkan kemiskinan atau dan ketidaksempurnaan pasar menyebabkan kualitas sumber daya manusia yang rendah.

Rendahnya sumber daya manusia akan menyebabkan rendahnya produktivitas. Produktivitas yang rendah menyebabkan pendapatan masyarakat menurun. Pendapatan menurun mengakibatkan rendahnya tabungan dan investasi untuk membeli aset serta modal. Rendahnya modal akan mengakibatkan ketidaksempurnaan pasar dan perkembangan ekonomi akan terlambat. Perputaran inilah yang terjadi sehingga sukar untuk diputus.

Solusi untuk mengatasi kemiskinan yang terjadi di Kaimana yaitu: A) Investasi di bidang pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan literasi dan keterampilan khusus, terutama anak muda dan wanita. B) Meningkatkan akses ke pelayanan dan fasilitas kesehatan serta nutrisi, terutama di daerah terpencil dan pedesaan. C) Membangun infrastruktur seperti jalan, listrik pasokan air, pasar untuk menciptakan ekonomi dan mengurangi biaya transportasi.

D) Mempromosikan kewirausahaan, inoviasi untuk menciptakan lapangan kerja dan pendaparan, seperti agrowisata, kerajinan tangan, perikanan. E) Memperkuat data untuk program perlindungan sosial, seperti bantuan langsung tunai, asuransi, serta aset untuk melakukan usaha perekonomian.***

Penulis adalah staf PNS pada Badan Pusat Statistik Kabupaten Kaimana


Bagikan Artikel ini:

Check Also

Kemerdekaan Pers: Dewan Pers Tidak Perlu Minta Perusahaan Pers Melakukan Pendaftaran

Bagikan Artikel ini: Oleh Wina Armada Sukardi, pakar hukum pers dan Kode Etik Jurnalistik Ini …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *