
KAIMANA- Program budi daya ikan melalui sistim keramba yang digalakkan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kaimana pada tahun 2013 hingga 2016 kini berhenti berfungsi alias mubazir.
Keramba tancap misalnya, dari total sekitar 250 unit yang dibangun disejumlah titik, hanya tersisa kurang dari 10 unit yang masih beroperasi.
Selebihnya, selain lapuk akibat tidak dirawat, juga banyak yang hanyut tersapu gelombang. Selain keramba tancap, keramba apung pun demikian, dari 10 unit yang tersedia baik dari bantuan Provinsi Papua Barat maupun pengadaan Dinas Perikanan Kaimana, hanya beberapa yang masih beroperasi.
Sekretaris Dinas Perikanan Kabupaten Kaimana, Elly Auwe, A.Pi saat dikonfirmasi membenarkan hal ini. Menurut Elly, faktor utama yang menyebabkan program ini tidak berjalan efektif adalah, karateristik masyarakat yang tidak fokus menggeluti pekerjaan, serta pola hidup yang bergantung pada alam ketimbang berusaha dengan cara budi daya.
“Ini akibat karakter penerima bantuan, mereka mau yang gampang saja. Dari pada urus keramba, lebih baik ambil langsung yang alam siapkan. Kemudian pilihan lain di darat juga menggiurkan seperti pala. Padahal kalau berkebun tanpa meninggalkan kegiatan di laut juga bisa, karena yang di laut ini kan tidak perlu terlalu forsir, hanya butuh waktu pagi dan sore untuk memberi pakan,” ungkap Elly, Jumat (2/11/2018).
Menurut Elly, program budidaya ikan melalui sistim keramba ini sebetulnya dimunculkan untuk membantu masyarakat. Dengan program budidaya ini, diharapkan masyarakat pelaut memiliki penghasilan yang berkesinambungan meskipun pada cuaca yang kurang bagus.

“Pemikiran awalnya seperti itu, supaya dalam kondisi cuaca seburuk apapun mereka tetap memiliki penghasilan. Tapi masyarakat sendiri yang justru meninggalkan pekerjaan ini. Mereka hanya semangat diawal, selanjutnya mulai banyak alasan, termasuk alasan pakan. Padahal dinas juga menyiapkan bantuan waring dan supernet, karena harganya mahal,” terang Elly.
Dirincikan, total keramba tancap yang dibangun Dinas Perikanan pada saat program ini bergulir berjumlah kurang 250 unit, dengan ukuran 4×6 meter. Setiap unit, menghabiskan dana kurang lebih Rp.60.000.000. Keramba dimaksud, sifatnya multi fungsi, selain untuk budidaya ikan, juga untuk menampung teripang dan sejenisnya.
“Biaya per unit berkisar 50-60 juta, dia sifatnya multi fungsi, tidak hanya untuk ikan. Target utamanya adalah ikan kerapu, kakap dan teripang. Sampai hari ini, ada beberapa titik yang masih jalan, salah satunya di Maimai. Disana kebetulan ada dukungan pakan dari bagan yang beroperasi disekitar kampung,” terang Elly.
Selain keramba tancap lanjut Elly, ada juga keramba apung yang berjumlah kurang lebih 10 unit. Keramba ini berasal dari bantuan Pemerintah Provinsi Papua Barat sebanyak 8 unit, dan pengadaan Dinas Perikanan Kaimana sebanyak 2 unit, dengan nilai per unit Rp.250.000.000.
“Keramba apung ini 8 unit bantuan dari provinsi, 2 unit pengadaan oleh Dinas Perikanan. Nilainya itu 250 juta, jadi 2 unit yang kita beli harganya setengah miliar. Dia tersebar di Maimai, Bicari, Marsi, lalu daerah Arguni. Dari total 10 unit ini, hanya sekitar 2/3 saja yang tidak lagi berfungsi. Salah satunya di Ukiara, Arguni yang memang sudah diikat dipinggir pulau dengan jaring sobek-sobek,” pungkasnya. |KN10|IWI|
KAIMANA NEWS Media Informasi Publik